Potret pendidikan Indonesia tercoreng dengan peristiwa di Majalengka, Jawa Barat. Guru yang mendisiplinkan siswanya dengan memotong rambut siswa malah digunduli balik orang tua. Kasus ini berakhir di Mahkamah Agung (MA).
Kasus bermula saat guru honorer SDN Penjalin Kidul V, Majalengka, Jawa Barat, Aop Saopudin melakukan razia rambut gondrong di kelas III pada 19 Maret 2012. Dalam razia itu, didapati 4 siswa yang berambut gondrong yaitu AN, M, MR dan THS.
Mendapati rambut gondrong ini, Aop lalu melakukan tindakan disiplin dengan memotong rambut THS ala kadarnya sehingga gundul tidak beraturan. Sepulang sekolah, THS menceritakan hukuman disiplin itu ke orang tuanya, Iwan Himawan. Atas laporan itu, Iwan tidak terima dan mendatangi sekolah. Iwan marah-marah dan mengancam balik Aop. Tidak sampai di situ, Iwan lalu menggunduli Aop dan melaporkannya ke polisi.
Atas tragedi pendidikan ini, guru di Majalengka tidak terima dan melaporkan balik Iwan. Kasus ini berlanjut ke pengadilan.
Aop awalnya dihukum pidana percobaan di tingkat pertama dan banding. MA lalu membebaskan Aop karena sebagai guru, tugasnyalah mendidik siswa, termasuk mencukur siswa yang gondorng.
(Baca: Akhirnya Bebas, Ini Lika-liku Kriminalisasi Guru yang Cukur Rambut Siswanya)
Bagaimana dengan Iwan? Ia awalnya juga dihukum percobaan di tingkat pertama. Tapi oleh Pengadilan Tinggi (PT) Bandung, majelis hakim mencoret hukuman percobaan dan menjatuhkan pidana penjara kepada Iwan selama tiga bulan.
"Bahwa dengan amar pidana percobaan terhadap Terdakwa, maka status Terdakwa tidak berada dalam tahanan, sehingga dikhawatirkan Terdakwa mengulangi perbuatan pidana yang serupa lagi," demikian putus majelis banding yang dikutip detikcom dari website Mahkamah Agung (MA), Jumat (1/1/2016).
Putusan PT Bandung ini diambil secara bulat oleh ketua majelis Pasti Serefina Sinaga dengan anggota Wiwik Widijastuti dan Soebagio Wirosoemarto.
"Bahwa putusan tersebut (hukuman percobaan yang diberikan Pengadilan Negeri Majalengka) tidak memberi efek jera bagi Terdakwa," ucap majelis pada 9 Januari 2013.
Majelis yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa yang dilakukan Aop Saepudin bin Kamaludin, yaitu menggunting rambut siswa yang salah, dalam rangka menjalankan tata tertib sekolah tersebut.
"Memutuskan terdakwa telah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan melawan hukum memaksa orang lain untuk membiarkan sesuatu dengan perbuatan yang tidak menyenangkan," ucap majelis.
Iwan tidak terima atas hukuman penjara ini dan mengajukan kasasi. Tapi karena UU menyatakan pasal yang ancamannya kurang dari 1 tahun tidak bisa dikasasi, maka permohonan kasasi Iwan tidak diterima.
"Tidak menerima permohonan kasasi," putus MA yang dikutip dari wesbitenya, Jumat (1/1/2016). Duduk sebagai ketua majelis adalah hakim agung Salman Luthan, hakim agung Desnayeti dan hakim agung Syarifuddin.
(asp/tor)